Akar gigi = jenggotan

Akar gigi = jenggotan

Friday, April 17, 2009

Budiman dan Jujur

Budi seorang anak tukang koran yang kesehariannya memakai kaos oblong dan celana pendek, ia sedang berjalan dekat sebuah halte. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat seorang bapak saat menaiki mobil bus dalam kota dan dompetnya terjatuh akibat berdesakan dengan penumpang yang lain. Budi bergegas mengambil dompet si bapak. Namun ketika akan mengembalikannya, bapak itu telah beranjak pergi.

Saat Budi mengejarnya, ia tak mampu karena bus semakin cepat melaju. Budi melihat isi dompet si bapak, nampak isinya beberapa lembar Rp 50 ribu. Ketika ia berjalan, disampingnya ada sebuah toko sepatu dengan model terbaru. Budi hanya bisa melihat dari luar toko sepatu. Sesampai di rumah, budi masih membayangkan toko sepatu dan melihat isi dompet tersebut. Ketika mau tidur, ia tampak gelisah dengan membayangkan sepatu yang dilihatnya, seketika ia melihat ibunya sedang shalat dan adik-adiknya sedang tidur berdesakan.

Keesokan harinya budi menunggu bapak itu di halte, tapi tidak ketemu. Setelah ditunggu lama, Budi akhirnya memutuskan untuk pergi lagi ke toko sepatu. Ketika budi memasuki toko sepatu, beberapa sepatu ia coba memakainya. Dan akhirnya ia terdiam sejenak, ia melihat uang yang ada di dompet, memegang sembari melihat sepatu kembali. Terasa bahwa Budi ingin memiliki sepatu dengan uang yang ada di dompet bapak tersebut. Namun pikirannya melayang ke sekolah madrasah dimana ia diajarkan oleh gurunya di sekolah, “kita harus bersikap jujur”.

Dan secara tiba-tiba ia melihat bapak itu berada di toko sepatu, Budi langsung bergegas menghampiri bapak itu dan menyapa lalu mengembalikan dompet itu.

Bapak tersebut hanya melihat Budi dengan sinis dan pergi begitu saja. Budi saat itu senang karena ia telah melakukan apa yang dipesan oleh gurunya, “hidup itu harus jujur”.

“Berbuat jujur itu mudah, kemauannya aja yang susah.”

April sebelum melewati Mei 09.

Kreatif

Saat setiap orang ramai menyambut datangnya hari kemerdekaan Indonesia. Beberapa dari mereka mencoba ikut berpatisipasi meramaikan suasana kemerdekaan, salah satunya menghias sepeda untuk mengikuti pawai sepeda hias. Adek Amir yang masih berumur 7 tahun pun ingin ikut dalam pawai tersebut. Namun sayang, waktu sudah malam untuk menghias sepeda. Toko-toko untuk peralatan menghias sepeda sudah tutup. Tetapi keinginan adeknya tidak bisa dirubah. Adeknya menangis kencang saat Amir bilang bahwa toko untuk menghias sepeda sudah tutup karena waktu sudah malam.

Amir tidak ingin melihat adeknya menangis terus-menerus. Ketika melihat sepeda adeknya. Amir teringat pesan gurunya, bahwa hidup harus kreatif. Ia melihat sekeliling ruangan rumahnya, dan terlihat ada beberapa kardus bekas. Diam-diam Amir mengambilnya dan memotong kardus tersebut, ia terus menggunting dan terus membentuk kardus dengan menempelkan antara satu dengan yang lain. Saat Amir melihat jam dinding di belakangnya, waktu itu sudah menunjukan pukul 00.30 wib. Tapi ia tetap semangat mendaur ulang kardus menjadi sesuatu untuk seorang adek satu-satunya.

Ketika adeknya terbangun, ia tersentak kaget karena sepeda miliknya sudah menjadi pesawat. Ia senang seakan tidak percaya saat melihat sepedanya, ia mengelus-elus sepedanya lalu berlari mencari Amir. Amir yang sedang mengobrol dengan ibunya di teras kaget karena pelukan adeknya. Tampak adeknya dengan kuat memeluk Amir, dan ibunya pun ikut senang melihat mereka berpelukan. Adeknya sangat berterima kasih kepada Amir.

Ditengah suasana pawai. Hampir semua orang takjub melihat sepeda pesawat. Biarpun yang lain dihias warna-warni, tetapi sepeda dia tetap yang paling keren karena beda dari sepeda kebanyakan.

“Berusaha mendewasakan diri tidak harus dengan uang besar atau omong besar. Ketika tanggung jawab telah menjadi karakter dalam diri, sebenarnya kita telah dewasa.”









April sebelum Mei.