Akar gigi = jenggotan

Akar gigi = jenggotan

Wednesday, July 9, 2008

Wanita Tanpa Batas

Tampak sumi didapur yang sedari tadi menyiapkan sarapan untuk pagi itu. Di luar hujan masih mengguyur sejak adzan subuh, dan pastinya jemuran kemarin belum kering. Si kecil tertawa penuh seakan tak ada beban kalo hujan buat popoknya tak kering. Wanita dengan kulit putihnya masih didepan cermin, memperindah diri supaya terlihat segar di mata orang. Persiapan itu tak lain untuk mencari sesuap nasi buat jagoan-nya, buat sumi dan tentunya buat dirinya sendiri. Dua bulan kemarin masih tak seperti ini.

Orang memanggilnya Tiara, di daerah mampang siapa yang tak kenal dengannya. Namun, dari raut mukanya yang segar nan putih bersih tampak sesuatu yang tersembunyi. Mungkin saja pikirannya lagi terbang entah kemana dan mungkin gelap tak berbayang. Akan tetapi, dalam pikiran yang gelap gulitanya, ia senantiasa berdiri di titik terang meski sebenarnya ia dalam keadaan gelap. Ia hanya berusaha menciptakan titik terang itu, untuk orang yang benar-benar sangat dicintai, demi tanggung jawab untuk jagoan kecilnya, dan kepada yang telah pergi supaya janji masih ditepati.

Keinginan Tiara yang mampu menciptakan titik terang itu, didalam pikiran, di tengah gelap untuk jagoan kecilnya, “tanpa noda, dan tak ada noda” yang dibanggakan diantara lingkungan. “Tau ga lu dia dah tumbuh gigi ada dua yang dibawah dan satu diatas, hari ini dia bisa manggil gw mama, dia merengek dan gw tau itu tanda lapar minta susu, dia berikan sayang agar aku selalu pulang cepat untuk dia, manjanya buat gw manja pula bersama dia“. Tak habis cerita ketika di telpon, saat sms, bertemu teman sekantor, berjumpa teman lama di mall. Dalam acara keluarga, reuni anak kuliahan, arisan ibu-ibu, ngupi-ngupi sambil cuci mata yang semua tentang jagoan kecilnya.
Tiara masih berpikir terang dan senantiasa berpengharapan, ia tak akan dikuasai kegelapan karena anaknya perlu terang itu. Menjadikan baik yang ia harapkan dan di impikan yang memang harus nyata terlihat.
Ia pernah merasakan kehilangan jiwa, bukan cintanya, janji yang selalu abadi untuk dia. “Aku akan mencintai, menyayangi sepenuh hati dan tak perduli pada wajah yang tambah keriput, pada badan yang semakin gendut tak beraturan bentuknya yang sudah jauh dari body gitar yang ada lurus aja. Aku tak perduli, yang aku perduli yaitu jagoan kecilku yang bisa aku lihat menjadi jagoanku bukan jagoan kecilku lagi”.
Bahkan dengan berpikir seperti itu, ia menciptakan titik terang, dan kalau ia bisa bertahan, maka titik terang itu akan makin melebar dan secara perlahan dan pasti mengurangi situasi gelap itu.
Kegelapan tanpa terang, kekeringan tanpa pelepas dahaga, dan kelayuan tanpa sayang dan perhatian yang sering menimpa tiara bukan karena ulahnya sendiri. Dia bisa memelihara diri dan keluarga dengan benar namun vonis itu tetap membuatnya gelap.
Ia memang tak bikin siang dengan rajin, tapi batin dia seperti dengan rajin menciptakan terang. Saya sendiri jarang bahkan hanya pernah sekali melihatnya, pupuk untuk hidup dia dari hati dengan ikhlasnya sehingga jagoannya dapat tumbuh dalam keadaan sehat dan cukup asupan gizi yang tepat.
Saat itu saya sebagai lelaki menjadi layu dan malu, kemudian kering dan kemudian mati mungkin, itu ketika melihat wanita dengan semangatnya memberi kehidupan tanpa lelakinya. Sedangkan kita para lelakinya hanya melihat sebelah mata pada mereka.
Akibatnya ia kadang diam disaat malam, membeku tapi terang tiba ketika suara tangis jagoan datang. Ia terus mencoba, pernah berhasil, dan kadang jatuh lagi, tetapi berhasil lagi. Ia terus dan terus berlatih berpikir memiliki titik terang dan harapan. Ia tak segan melatih diri di kegelapan, karena ia melatih diri berada di tempat terang.

Ivan, 18 februari 2008
Postingan ulang untuk wanita dengan anaknya yang terus menggeluti dunia. Tak pernah lelah dan saya menyukai perjuangannya.

No comments: